Rabu, 15 Juni 2011

Pluto “Dibuang” Dari Sistem Tata Surya

Pluto “Dibuang” Dari Sistem Tata Surya
Solar System
Solar System
Mulai 24 Agustus 2006, Pluto tidak disebut dengan planet lagi. Karena sejak hari itu, Pluto sudah diputuskan tidak lagi berhak menyandang predikat sebagai planet.
Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, menghasilkan keputusan bersejarah dalam astronomi dengan mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya. Sejak saat itu pula, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut planet apabila memenuhi tiga syarat :

  1. Mengorbit Matahari
  2. Berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat
  3. Memiliki jalur orbit yang jelas dan ‘bersih’ (tidak ada benda langit lain di orbit tersebut)
Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet sejak istilah planet dikenal di kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi adalah salah satu planet yang berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama planet karena tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan Neptunus.

Planet Kerdil (Dwarf Planets)

Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
‘Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih menyerupai komet daripada planet,’ ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.
Selain itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO(kuiper Black Object) sangat menarik perhatian karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau ‘bulan’.
Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan Michael Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada 2003 lalu.
Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai planet ke-10 Tata Surya.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom. ‘Pilihannya adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga jumlah planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati,’ tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan dicapai dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah didahului perdebatan yang sangat sengit.
Empat astronom senior dari Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi.
Beberapa pihak memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern, ketua misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari lalu, mengaku merasa ‘malu’ terhadap keputusan itu. Meski demikian, misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. ‘Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh.’
Sumber : sammypatikawa.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar